Beranda | Artikel
Dari Masjid Kita Bangkit
Kamis, 7 November 2013

Masjid ialah potongan bumi yang paling mulia. Ia merupakan kesejukan mata bagi orang yang beriman. Betapa tidak kita pungkiri keagungannya? Sedang kita mengetahui bahwa masjid merupakan rumah Allah yang merupakan tempat terbaik di semesta. Tapi mengapa saat ini masjid masih kalah ramai dibanding bioskop, konser pertunjukkan, dan arena sepak bola? Ini musibah.. Sungguh musibah…

Tempat yang Paling Dicintai Allah

Masjid adalah sebaik-baik tempat di muka bumi. Ia merupakan pasar pahala yang bertabur begitu banyak keutamaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Tempat yang paling dicintai Allah ialah masjid, dan tempat yang paling dimurkai Allah ialah pasar.” (HR. Muslim)

Syaikh ‘Abdurrazaq bin ‘Abdil Muhsin Al ‘Abbad menjelaskan sebab dikatakannya masjid sebagai tempat yang paling dicintai Allah ialah karena di dalamnya banyak disebut nama Allah, ditegakkan shalat, dibacakan Al Qur’an, dan di dalamnya pula terdapat banyak majelis-majelis ilmu dan perkara-perkara lain yang dicintai oleh Allah. Berbeda dengan pasar yang di dalamnya banyak dijumpai transaksi-transaksi haram, perbuatan-perbuatan buruk, dan kemungkaran-kemungkaran lain yang terjadi di pasar. (lihat Ta’zhimus Shalah)

Syiar agama di masjid sebagai pembeda dengan negeri kafir.

Dahulu, sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berperang melawan orang-orang kafir, beliau memastikan terlebih dahulu apakah ada kumandang suara adzan dari negeri tersebut atau tidak? Hal ini menunjukkan syiar-syiar agama yang nampak dari masjid-masjid kaum muslimin merupakan pembeda manakah negeri orang-orang kafir atau kaum muslimin. (lihat ‘Imaratul Masajid karya ‘Abdul Aziz Abdullah Al Humaidi)

Memakmurkan Masjid

Adapun bentuk pemakmuran masjid dapat dilakukan dengan dua cara, yaknis secara lahir ataupun batin. Pemakmuran secara lahiriah ialah dengan menjaga fisik dan bangunan masjid. Sebagaimana diceritakan oleh ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan manusia untuk mendirikan bangunan masjid di suatu perkampungan, kemudian beliau memerintahkan agar masjid tersebut dibersihkan dan diberi wewangian. (Shohih Ibnu Hibban. Dinilai shahih oleh Al Albani).

Sedangkan memakmurkan secara batin maksudnya ialah memakmurkan masjid dengan mengisi kegiatan peribadahan di sana, semisal meramaikan majelis ilmu, shalat jama’ah, dan lain sebagainya. Rasulullah sangat menjunjung tinggi seluruh bentuk upaya pemakmuran masjid, tak terkecuali shalat jama’ah. Sampai-sampai beliau berangan membawa kayu bakar untuk membakar rumah orang-orang yang tidak menghadiri shalat jama’ah.

Orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. At Taubah : 18)

Keutamaan Memakmurkan Masjid

[1] Mendapatkan Naungan Allah

Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapatkan naungan Allah, di hari tak ada lagi naungan selain naunganNya… (diantara yang rasul sebutkan)… Seorang yang hatinya senantiasa terkait dengan masjid (Muttafaqun ‘alaihi)

Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan makna hadits ini dengan mengatakan, “Hadits ini menunjukkan bahwa keterkaitan hati seorang dengan masjid disebabkan sangking cintanya diri orang tersebut dengan masjid.” (lihat Fathul Bari’ oleh Ibnu Hajar)

[2] Tiap langkahnya berbalas derajat dan terampunkan dosa

Shalat di masjid dengan berjamaah itu dilebihkan 25 derajat dari shalat yang dikerjakan di rumah dan di pasar. Sesungguhnya jika salah seorang diantara kalian berwudhu kemudian menyempurnakan wudhunya lalu mendatangi masjid dan tak ada keinginan lain kecuali hendak shalat, maka tidaklah ia melangkah dengan satu langkah pun melainkan Allah mengangkatnya satu derajat dan terhapus darinya satu kesalahan” (HR. Muslim)

[3] Sakinah, Rahmat, dan disebut namanya didepan Malaikat

Dan tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah, mereka membaca kitab Allah, saling mempelajarinya diantara mereka, melainkan sakinah (ketenangan) diturunkan kepada mereka, rahamt Allah akan meliputi mereka, dan para malaikat akan senantiasa menaungi mereka. Pula, Allah akan menyebut nama mereka di hadapan malaikat yang berada di sisi-Nya” (HR.Muslim)

Teladan Generasi Terdahulu dalam Kejayaan Islam

Lembaran sejarah di masa silam, sudah pernah terhiasi dengan tinta kejayaan islam. Maka sudah sepatutnya kita mencontoh generasi terdahulu mengenai sikap mereka dalam memakmurkan masjid.

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Barangsiapa yang ingin berjumpa dengan Allah kelak dalam keadaan muslim, maka hendaklah ia menjaga shalat lima waktu tatkala adzan telah diseru. Sesungguhnya Allah telah mensyariatkan sebuah sunnah yang agung dan shalat berjamaah adalah diantara sunnah tersebut. Seandainya kalian shalat di rumah-rumah kalian, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang belakangan maka sungguh kalian telah meninggalkan sunnah Nabi kalian. Jika kalian telah meninggalkan sunnah Nabi kalian, maka sungguh kalian telah berada dalam kesesatan” (HR. Muslim)

Demikianlah sahabat nabi mewasiatkan pesan-pesan ketaatan. Begitulah pula, dengan generasi setelahnya. Ada banyak keteladanan yang bisa kita jadikan panutan. Belum sampaikah kepada kita kisah tentang Sa’id bin Musayyib, seorang ulama tabi’in yang mana ia tak pernah mendengar suara adzan melainkan ia sudah berada di dalam masjid terlebih dahulu? (lihat Tahdzibu At Tahdzib, dinukil dari Ma’alim Fii Thariiq Thalab Al Ilmi)

Al Qadhi Taqiyuddin Sulaiman berkata, “Aku sama sekali tidak pernah shalat wajib sendirian kecuali dua kali. Dan ketika aku shalat seorang diri, seolah-olah aku seperti tidak melaksanakan shalat” (lihat Dzail Thabaqat Al Hanabilah, dinukil dari Ma’alim Fii Thariiq Thalab Al Ilmi)

Pula, Asy Sya’bi yang berkata, “Tidaklah datang waktu shalat, melainkan saya rindu kepadanya. Sejak saya masuk Islam, tidaklah telah tiba waktu iqamah shalat dikumandangkan, melainkan ssaya telah dalam keadaan berwudhu.” (Siyar A’lam An Nubala, dinukil dari Ma’alim Fii Thariiq Thalab Al Ilmi)

Atau belum terdengarkah di telinga kita, kisah Ar-Rabi’ bin Khaytam yang lumpuh kakinya, akan tetapi ia masih bersegera pergi ke masjid dengan dibantu oleh dua orang laki-laki. Dikatakan kepadanya, “Hai Abu Yazid! Kamu memiliki udzur untuk mendirikan shalat di rumahmu. “Benar.” Ia lanjut menjawab, “Akan tetapi aku mendengar seruan hayya ‘alal falaah (Mari Kita Menuju Kemenangan). Dan aku kira, bagi sesiapa yang mendengar ajakan ini, seharusnya ia menjawab dan memenuhi panggilannya meskipun datang dalam keadaan merangkak” (lihat Hilyatul Auliya’, 2/113)

Masya Allah, kita belumlah lemah jasadnya dan tidaklah pula dalam keadaan lumpuh kakinya. Akan tetapi mengapa sampai detik ini kita masih enggan untuk mermakmurkan masjid yang merupakan potongan bumi Allah yang paling mulia? Megapa masih saja ada keraguan untuk mengisi shaf-shafnya? Masih saja malu untuk menjawab tiap seruan panggilan dan bersegera memenuhi masjid dalam ketaatan? Mengapa? Apa perlu kiranya Allah jadikan kita lemah dan lumpuh terlebih dahulu, barulah kita mau tergerak hatinya untuk bisa memakmurkan masjid? Hanya kepada Allah lah sebaik-baik tempat kita mengadu.

Dari Masjid Kita Bangkit…!!

Jangan coba kita ragukan bagaimana begitu antusiasnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memakmurkan masjid. Sungguh teramat banyak sabdanya yang memotivasi dan menjelaskan kepada kita mengenai keutamaannya. Kita juga banyak mendengar kisah generasi terdahulu yang begitu luar biasanya menjadikan masjid sebagai tempat terindah di dalam hatinya. Maka wajarlah Islam berjaya sedemikian luar biasanya.

Setelah membaca kembali lembaran perjalanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga rekaman kejayaan ummat ini, ternyata kita dicukupkan dengan kesimpulan bahwa dengan bermula dari masjidlah kejayaan ummat ini akan datang. Masjid harus senantiasa diramaikan. Tak kenal waktu. Tak peduli matahari dalam keadaan terbit sampai terbenamnya. Setiap waktu hati kita harus senantiasa tertambat pada masjid. Tak hanya di kala maghrib, tapi juga setiap waktu. Siapapun sadar akan hal ini. Sampai-sampai orang yahudi sekalipun mengetahuinya.

Pernah dikisahkan, pasca meletusnya perang antara Mesir dan Israel tahun 1973, ada salah seorang tentara Mesir berkata kepada tentara Yahudi, “Demi Allah, kami akan memerangi dan mengalahkan kalian sampai ada diantara kalian yang bersembunyi dibalik pohon atau batu, kemudia batu itu berkata ‘Hai hamba Allah, hai Muslim, ini ada Yahudi dibelakangku kemarilah dan bunuhlah dia.’ Tentara Mesir ini memaksudkan berita dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tertera dalam sebuah hadits. Lantas, tentara Yahudi menjawab, “Semua itu tidak akan terjadi sebelum shalat subuh kalian sama jumlahnya dengan shalat jum’at kalian” (Al Badru fii Hatstsi ‘ala shalatil Fajr)

Penutup

Pembaca yang dimuliakan oleh Allah, demikianlah sedikit pembahasan mengenai pentingnya memakmurkan masjid. Harapan kita semua, semoga setidaknya risalah singkat ini bisa memacu dan memicu kita untuk kembali bersemangat memakmurkan masjid. Kita berdoa kepada Allah Ta’ala semoga kita senantiasa diberikan taufik sehingga kita dimudahkan untuk bisa memakmurkan masjid. Karena bila kita menolong agama Allah, pastilah Allah akan memberi kejayaan kepada kita semua.

Hai orang-orang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (QS. Muhammad : 7)

Penulis : Erlan Iskandar (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)


Artikel asli: https://buletin.muslim.or.id/dari-masjid-kita-bangkit-2/